Jumat, 04 November 2011

Etika Profesi Akuntansi

AFIA PRATAMA
4 EB 13
20208049

KASUS ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Etika profesi yang dimaksud adalah Kode Etik Akuntan Indonesia, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan kliennya, antara akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Etika profesi terdiri dari lima dimensi yaitu kepribadian, kecakapan profesional, tangung jawab, pelaksanaan kode etik, penafsiran dan penyempurnaan kode etik.
Kasus 1 : Kasus Bank Bali
Kasus cessie Bank Bali yang menjerat Joko Tjandra, berawal pada 11 Januari 1999. Ketika itu, disusun perjanjian pengalihan tagihan piutang antara Bank Bali yang diwakili oleh Rudy Ramli dan Rusli Suryadi, dengan Joko Soegiarto Tjandra selaku Direktur PT Persada Harum Lestari, mengenai tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara sebesar Rp38 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 11 Juni 1999.

Selain soal tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara, disusun pula perjanjian pengalihan tagihan utang antara Bank Bali dengan Joko Tjandra mengenai tagihan piutang Bank Bali terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN) sebesar lebih dari Rp798 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan setelah perjanjian itu dibuat. Untuk perjanjian tagihan utang yang kedua ini, Joko Tjandra berperan selaku Direktur PT Era Giat Prima.

Oleh karena itu, perjanjian pengalihan tagihan utang kedua itu ditandatangani oleh Direktur Utama PT EGP, Setya Novanto. Sementara tanda tangan dari pihak Bank Bali diwakili oleh Direktur Utama Bank Bali, Rudy Ramli, dan Direktur Bank Bali, Firman Sucahya. Melalui perjanjian tersebut, Bank Bali menjual seluruh tagihan pinjaman antarbanknya di BDNI, BUN, dan Bank Bira senilai Rp3 triliun, kepada PT EGP. BDNI dan BUN sendiri telah dilikuidasi pada tahun 2008.

Delapan bulan kemudian, 27 September 1999, cessie Bank Bali itu mulai diusut Kejaksaan Agung, berdasarkan laporan Direktur Tindak Pidana Korupsi Bismar Mannu kepada Jaksa Agung. Hanya dua hari berselang, 29 September 1999, Joko Tjandra ditahan oleh Kejaksaan. Ia berada dalam tahanan Kejaksaan sampai 8 November 1999.

Tanggal 9 November 1999 sampai 13 Januari 2000, Joko Tjandra keluar dari bui. Namun ia tetap berstatus tahanan kota Kejaksaan. Tanggal 14 Januari sampai 10 Februari 2000, Joko Tjandra kembali ditahan oleh Kejaksaan. Tanggal 9 Februari 2000, kasus cessie Bank Bali diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan Joko Tjandra sebagai terdakwa.

Sehari sesudah pengajuan kasus Bank Bali ke PN Jaksel, yaitu 10 November 2000, Joko Tjandra kembali menghirup udara bebas sebagai tahanan kota, berdasarkan ketetapan Wakil Ketua PN Jaksel. Tanggal 6 Maret 2000, hakim PN Jaksel dalam putusan selanya menyatakan, dakwaan jaksa terhadap kasus Joko Tjandra tidak dapat diterima. Ia pun dilepaskan dari tahanan kota, sementara jaksa mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi.

Tanggal 31 Maret 2000, permohonan banding jaksa dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pengadilan Tinggi kemudian memerintahkan PN Jaksel memeriksa dan mengadili Joko Tjandra. Bulan April 2000, Joko Tjandra mulai disidang sebagai sebagai Direktur Utama PT EGP. Ia didakwa Antasari Azhar – saat itu Jaksa Penuntut Umum – melakukan tindak pidana korupsi dalam cessie Bank Bali.

Fakta persidangan menunjukkan, cessie tersebut telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp904 miliar. Joko Tjandra dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, dan membayar denda Rp30 juta. Uang milik PT EGP sebesar Rp546 miliar yang berada di akun Bank Bali, juga diperintahkan untuk dikembalikan kepada negara.

Namun tanggal 28 Agustus 2000, majelis hakim memutuskan Joko Tjandra lepas dari segala tuntutan. Mereka menyatakan, dakwaan JPU terhadap Joko Tjandra terbukti secara hukum. Tapi perbuatan Joko Tjandra dinilai bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata. Akibatnya, Joko Tjandra bebas.

JPU Antasari pun mengajukan kasasi pada 21 September 2000. Tanggal 26 Juni 2001, melalui voting, Majelis Hakim Agung MA melepas Joko Tjandra dari segala tuntutan. Mekanisme voting diambil karena ada perbedaan pendapat antarhakim.

Tanggal 12 Juni 2003, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan meminta Bank Permata yang merupakan reinkarnasi Bank Bali, untuk menyerahkan uang sebesar Rp546 miliar milik PT EGP, seperti yang sebelumnya diperintahkan persidangan. Namun direksi Bank Permata justru mengirim surat ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) guna meminta petunjuk.

Tanggal 17 Juni 2003, direksi Bank Permata juga meminta fatwa MA atas permintaan Kejari Jaksel tersebut. Dua hari berselang, 19 Juni 2003, BPPN pun meminta fatwa MA, dan meminta MA menunda eksekusi penyerahan uang Rp546 miliar itu. Tak lama kemudian, 25 Juni 2003, turun fatwa MA yang menyatakan, MA tidak dapat ikut campur atas eksekusi Kejari Jaksel.

Tanggal 1 Juli 2003, Antasari Azhar yang saat itu telah menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, menyatakan BPPN menghambat proses hukum yang tengah dijalankan Kejaksaan selaku eksekutor. Tanggal 2 Maret 2004, Kejari Jaksel memanggil Direktur Utama Bank Permata, Agus Martowardojo, terkait rencana eksekusi pencairan dana Rp546 miliar milik PT EGP yang dipunyai oleh Djoko Tjandra dan Setya Novanto.

Lima tahun kemudian, Oktober 2008, Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus cessie Bank Bali. Joko Tjandra pun kembali diajukan sebagai terdakwa ke MA. Sembilan bulan kemudian, 11 Juni 2009, MA memutuskan menerima PK yang diajukan jaksa. Joko Tjandra harus menghadapi hukuman 2 tahun penjara dan membayar denda Rp15 juta. Uang Djoko Rp546 miliar di Bank Permata pun disita negara.

Kasus 2 : Bank Lippo
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) memperkirakan kasus laporan keuangan ganda PT Bank Lippo Tbk dapat diselesaikan pada Februari ini. Demikian dikemukakan oleh Kepala Herwidayatmo, kemarin.
Saat ini pihaknya masih mengumpulkan beberapa bahan dan data untuk melengkapi proses pemeriksaan. Setelah itu dalam mengambil keputusan akan berdiskusi dulu dengan otoritas moneter, yaitu Bank Indonesia.
Sebagaimana diberitakan, laporan keuangan per 30 September 2002 Bank Lippo kepada publik bertanggal 28 November menyebutkan total aktiva perseroan Rp 24 triliun dan laba bersih Rp 98 miliar. Tapi, pada laporannya ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 manajemen menyebutkan total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 triliun dan menderita rugi bersih Rp 1,3 triliun.
Manajemen beralasan perbedaan laba bersih dalam dua laporan keuangan yang sama-sama dinyatakan diaudit itu terjadi karena ada kemerosotan nilai agunan yang diambil alih (AYDA) dari Rp 2,393 triliun pada laporan publikasi dan Rp 1,42 triliun di laporan ke BEJ.
Hal itu mengakibatkan pada keseluruhan neraca terjadi penurunan rasio kecukupan modal capital adequacy ratio (CAR) dari 24,77% menjadi 4,23%.
Presiden Direktur Bank Lippo I Gusti Made Mantera dalam paparan publiknya Selasa lalu menyatakan laporan audit perseroan hanya satu. Yaitu, laporan yang mencakup keuangan setelah terjadi peristiwa tanggal neraca (subsequence event), di antaranya pencadangan penyisihan aktiva produktif (PPAP) surat bergharga, PPAP kredit, dan penurunan nilai AYDA.
Menanggapi penjelasan Bank Lippo tersebut, Herwidayatmo menyatakan hal itu menjadi salah satu bahan pemeriksaan yang dilakukan Bapepam. Tidak cuma itu, pihaknya juga akan memanggil pihak-pihak lain. Namun demikian Bapepam tak akan memanggil dan memeriksa lagi manajemen Bank Lippo atau akuntan publiknya.
''Saya rasa sudah cukup dari pemeriksaan sebelumnya,'' katanya.
Sementara itu, Deputi Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Bidang Restrukturisasi Perbankan, I Nyoman Sender, mengatakan BPPN tidak akan melakukan right issue atau penerbitan saham baru untuk menambah modal Bank Lippo menyusul penurunan rasio kecukupan modal (CAR) bank tersebut dari ambang aman 5%.
''Kami tidak mau dipecundangi, istilahnya dirugikan karena kemauan pemilik Bank Lippo. Tapi pernah terbesit kata-kata kalau memang dia (pemilik Bank Lippo-Red) menekan harga turun, misalnya harus right issue, maka kami ambil, dia yang delusi,'' tegasnya.
BPPN, kata dia, dapat membaca langkah-langkah yang diambil oleh pemilik lama, yaitu keluarga Mochtar Riady. Lembaga penyehatan tidak mau mengikuti langkah itu sehingga pihaknya memutuskan tidak menempuh right issue.
''Kalau kita lihat dari kasat mata saja, maka semua orang gampang menerka, tulisan di koran tidak jauhlah. Sekarang bergantung pada kita,'' tuturnya.
Menurut Sender, jika harus menambah modal maka tidak harus dengan menerbitkan saham baru. Meski, right issue itu bukan harga mati, tapi bisa juga dilakukan bila benar-benar terpaksa. Bisa berupa suntikan modal atau sub ordinary loan, namun itu hanya alternatif.
Dia memastikan penambahan modal melalui obligasi rekapitalisasi tidak akan dilakukan. Karena itu, BPPN tidak mau mengakui laporan keuangan tersebut. Lembaga itu sangat meragukan keanjlokan CAR Bank Lippo, sehingga menekankan perlu ada appraisal atau penilaian lagi terhadap laporan itu.
''Masa langsung bisa ambles seperti yang diragukan orang. Kami juga ragu kenapa langsung anjlok. Coba dinilai kembali, benar bisa begitu,'' kata dia seraya menambahkan BPPN telah memanggil manajemen Bank Lippo terkait dengan dua laporannya. Mereka mengaku melakukan kekeliruan.

Kasus 3 : Bank Century
Kasus Bank Century hingga kini masih menjadi pemberitaan hangat disejumlah media massa, baik media massa yang berorientasi elektronik dan cetak. Kasus Bank Century juga telah menyeret berbagai institusi hukum di Indonesia, seperti halnya KPK, POLRI,dan DPR.

Bagaimana sebenarnya kronologi awal persoalan yang dihadapi oleh Bank Century sampai Bank ini dinyatakan harus diselamatkan oleh pemerintah? Berikut kita simak kronologisnya, dimana sumber dari kronologis berikut ini diperoleh Karo Cyber dari berbagai sumber situs internet:

2003
Bank CIC diketahui didera masalah yang diindikasikan dengan adanya surat-surat berharga valutas asing sekitar Rp2 triliun, yang tidak memiliki peringkat, berjangka panjang, berbunga rendah, dan sulit di jual. BI menyarankan merger untuk mengatasi ketidakberesan bank ini.

2004
Bank CIC merger bersama Bank Danpac dan bank Pikko yang kemudian berganti nama menjadi Bank Century. Surat-surat berharga valas terus bercokol di neraca bank hasil merger ini. BI menginstruksikan untuk di jual, tapi tidak dilakukan pemegang saham. Pemegang saham membuat perjanjian untuk menjadi surat-surat berharga ini dengan deposito di Bank Dresdner, Swiss, yang belakangan ternyata sulit ditagih.

2005
BI mendeteksi surat-surat berharga valas di Ban Century sebesar US$210 juta.

30 Oktober dan 3 November 2008
Sebanyak US$56 juta surat-surat berharga valas jatuh tempo dan gagal bayar. Bank Century kesulitan likuiditas. Posisi CAR Bank Century per 31 Oktober minus 3,53%.

13 November 2008
Bank Century gagal kliring karena gagal menyediakan dana (prefund)

17 November 2008
Antaboga Delta Sekuritas yang dimilik Robert Tantutar mulai default membayar kewajiban atas produk discreationary fund yang di jual Bank Century sejak akhir 2007.

20 November 2008
BI Mengirim surat kepada Menteri Keuangan yang menentapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik dan mengusulkan langkah penyelamatan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Di hari yang sama, Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yang beranggotakan BI, Menteri Keuangan, dan LPS, melakukan rapat.

21 November 2008
Ban Century diambil alih LPS berdasarkan keputusan KKSK dengan surat Nomor 04.KKSK.03/2008. Robert Tantular, salah satu pemegang saham Bank Century, bersama tujuh pengurus lainnya di cekal. Pemilik lain, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al-Warraq menghinglang.

23 November 2008
LPS memutuskan memberikan dana talangan senilai Rp2,78 triliun untuk mendongkrak CAR menjadi 10%.

5 Desember 2008
LPS menyuntikkan dana Rp2,2 triliun agar Bank Century memenuhi tingkat kesehatan bank.

9 Desember 2008
Bank Century mulai menghadapi tuntutan ribuan investor Antaboga atas penggelapan dana investasi senilai Rp1,38 triliun yang mengalir ke Robert Tantular.

31 Desember 2008
Bank Century mencatat kerugian Rp7,8 triliun pada 2008. Aset-nya tergerus menjadi Rp5,58 triliun dari Rp14,26 triliun pada 2007.

3 Februari 2009
LPS menyuntikkan dana Rp1,5 triliun.

11 Mei 2009
Bank Century keluar dari pengawasan khusus BI.

3 Juli 2009
Parlemen mulai menggugat karena biaya penyelamatan Bank Century terlalu besar.

21 Juli 2009
LPS menyuntikkan dana Rp630 miliar.

18 Agustus 2009
Robert Tantular dituntut delapan tahun penjara dan denda Rp50 miliar subsider lima bulan kurungan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebelumnya pada 15 Agustus, manajemen Bank Century menggugatnya sebesar Rp2,2 triliun.

3 September 2009
Kepala Kepolisian Republik Indonesia menyampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat agar terus mengejar aset Robert Tantular sebesar US$19,25 juta, serta Hesham Al-Warraq dan Rafat Ali Rizvi sebesar US$1,64 miliar.

10 September 2009
Robert Tantular divonis 4 tahun penjara dan dengan Rp50 miliar.

Dengan adanya kasus Bank Century ini, maka beberapa saat yang lalu masyarakat juga sempat dihebohkan kasus Bibit-Chandra yang disebut-sebut terkait dengan kasus Bank Century itu sendiri.

Dalam sebuah pemberitaan yang diterbitkan oleh liputan6.com, maka Tif pencari Fakta (TPF) kasus Bibit-Chandra menduga, upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK yang berujung pada penahanan Bibit dan Chandra, terkait dengan kasus Bank Century.

"Menurut kami, ada kaitannya. Tapi sejauhmana kaitannya masih kami dalami," kata Sekretaris TPF Deny Indrayana, Selasa (10/11).

eperti diberitakan sebelumnya, upaya penyelamatan Bank Century diwarnai dugaan korupsi dan suap yang melibatkan Kabareskrim Komjen Susno Duadji. Susno diduga ikut menikmati aliran dana Rp 10 miliar dan tengah diselidiki oleh KPK.

Namun dalam beberapa kali kesempatan, Susno Duadji yang sempat dinonaktfikan dari jabatannya selalu membantah dugaan itu. Bahkan saat mengikuti rapat dengan Komisi III DPR, Susno sempat bersumpah bahwa dirinya tidak menerima uang dari Bank Century. Hal yang sama juga diungkapkan Susno ketika dimintai keterangan oleh TPF beberapa waktu lalu.

Kini TPF bekerja keras untuk mengungkap apakah memang ada keterkaitan langsung antara Kasus Bank Century dengan upaya kriminalisasi terhadap Bibit dan Chandra.

Atas kasus Bank Century hal yang paling mencuat akhir-akhir ini adalah mengenai Hak Angket DPR untuk kasus Century. Mengenai hak angket Century sejauh ini telah terbentuk Tim Sembilan yang diharapkan dapat memimpin Panitia Angket Century itu sendiri.
Dari ketiga kasus diatas ditarik kesimpulan bahwa setiap perilaku etis dan kepercayaan (trust) dapat mempengaruhi operasi perusahaan. emang, beretika dalam berbisnis tidak akan memberikan keuntungan dengan segera, karena itu para pelaku bisnis harus belajar untuk melihat prospek jangka panjang. Dan Dampak Terhadap Profesi Akuntan Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika porfesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik. dan tindakan ketidaketisan Perilaku khususnya yang berkaitan dengan skandal keuangan berimbas pada menurunnya aktivitas dan kepercayaan investor terhadap bursa saham dunia yang mengakibatkan jatuhnya harga-harga saham. Kunci utama kesuksesan bisnis adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain. Maka Bagi yang melanggar dari kasus etika diatas untuk Sanksi hukuman di Indonesia masih lemah jika dibandingkan dengan sanksi hukuman di AS. Di Amerika, pelaku tindakan criminal di bidang keuangan dikenai sanksi hukuman 10 tahun penjara sedangkan di Indonesia hanya diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek Para pelaku bisnis dan profesi akuntansi harus mempertimbangkan standar etika demi kebaikan dan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.